-->

Teman?...

"Teman?..."

Karya : Knoxx_46
Ceritain Kuy
     Teman?, Apakah sih sebenarnya arti dari teman itu?... Apakah itu hanya sebatas kata-kata saja?, atau lebih?...

      Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan mengenai arti dari sebuah ikatan yang sering disebut dengan "Teman" di dalam benakku ini.

      Pertemanan, sebuah kelompok yang biasanya terdiri lebih dari satu orang, yang didalamnya terdapat si baik, si jahat, atau si penjilat. Sejauh ini, itulah arti pertemanan menurutku. Namun, Aku masih ragu akan argument yang ku buat ini.

      Banyak orang-orang sekitarku yang menyatakan bahwa kehadiran teman itu "Penting". Namun kenyataannya, dari apa yang ku lihat selama ini, perkataan mereka berbanding terbalik dengan apa yang mereka lakukan. Banyak sekali di antara mereka yang saling "Berteman", namun di belakang mereka saling menikam satu sama lain layaknya orang yang sedang berperang.


Contoh kecil, seperti apa yang terjadi minggu kemarin...


Jum'at, 26 Desember 2014
Waktu menunjukan pukul 15:00, yang mana artinya sudah saatnya bel pulang sekolahku berbunyi.

*Tet... Tet... Tet...

      Para murid berhamburan keluar gerbang sekolah. Banyak sekali di antara mereka yang berkelompok, namun tak sedikit pula yang memilih untuk menyendiri.

Tidak aneh, masa SMA merupakan masa dimana para remaja mencari jati diri mereka. Banyak di antara mereka yang tidak PeDe dan sulit berbaur dengan orang-orang disekitarnya sehingga memilih untuk menyendiri.

Kembali ke cerita...

       Awalnya semua terjadi biasa-biasa saja dan tak ada yang menarik untuk ku amati. Sampai, Aku melihat kelompok ini, sebuah kelompok yang terdiri dari 3 orang siswa yang sedikit menarik perhatianku.

      Sebut saja Three Army. Mereka bertiga terlihat sangat akrab sekali. Terdengar samar-samar olehku, mereka berbincang ria membicarakan film-film kesukaan masing-masing. Namun, tak lama salah satu dari mereka, sebut saja Army 1. Ia sepertinya membicarakan sesuatu dengan muka yang serius, Army 2 menanggapinya dengan santai. Namun, beda halnya dengan Army 3, terlihat dingin waktu Army 1 membahas hal tersebut. Menyadari sepertinya ia telah menyinggung perasaan Army 3, Army 1 langsung berinisiatif mengganti topik pembicaraan. Tak lama suasanapun kembali mencair sewaktu ia mengganti topik pembicaraan itu.

"Wkwkw manuver yang bagus Army 1!!!" Batinku seraya memperhatikan mereka bertiga dari belakang.

     Sesampainya di sebuah perempatan, Army 1 berpisah dari kelompok tersebut, nampaknya rumah Army 1 berlawanan arah dengan rumah kedua temannya itu.

    Dari apa yang kuperhatikan, nampaknya si baik di kelompok ini ialah si Army 1. Aku penasaran, siapa yang jadi si penjilat dan si jahatnya. Karena rasa penasaran itu, Aku pun memutuskan untuk membuntuti mereka berdua.

Mereka berdua terlihat memasuki sebuah mall yang terletak tak jauh dari sekolahku. Terlihat mereka berhenti di sebuah coffeshop ternama yang terdapat di lantai dua mall tersebut.

"Cih... tengil juga nih bocah gayanya." Gumamku seraya merogoh isi saku bajuku yang sepi layaknya kontrakan angker.

Aku duduk tepat di belakang mereka berdua.

.....
"Ji, lu denger kan apa yang tadi Dia bilang?" Tanya Army 3.

"Siapa? Si Joni, Lex?" Jawab Army 2.

"Iyalah, siapa lagi~"

"Hahha... Udahlah gak usah dipikirin omongan Dia mah!!!"

"Cih... kerajinan banget Gua njir mikirin Dia. Gua cuman gak nyangka aja, bocah "Kuper" sepertinya, sok-sok an mau nembak si Lien wkwk"

"Lu cemburu ea?"
 
"Bacot Kau!!!"

"Terus... kenapa tadi lu diem aja waktu Dia minta pendapat buat nembak si Lien?"

"Buat apa coba, ngasih pendapat tentang sesuatu yang gak mungkin!!!" Jawab Alex dengan penekanan.

"Wew, Jahat juga Lu, Lex."

"Itu kenyataannya!!!"

"Kenapa... gak bilang langsung ke orangnya aja?"

"Jangan, Dia masih bisa gua manfaatin!!!"

"Njay wkwk."

Dari percakapan mereka berdua tadi, dapat ku simpulkan bahwa, Si Army 2 ini bernama Aji dan ia merupakan si Penjilat di kelompok ini, lalu si Army 3 ini bernama Alex dan ia merupakan si brengsek nya.

Sekitar 30 menit berlalu Aku mengamati obrolan mereka berdua. Akhirnya mereka beranjak dari tempat ini.

"Huft... mungkin sudah cukup untuk hari ini." Gumamku seraya merogoh kembali saku bajuku yang semakin sepi, sehabis membayar Kopi yang kuminum tadi.
.
.
.
Keesokan harinya,
 Sabtu, 27 Desember 2014
      Aku kembali mencari informasi tentang 3 bocah ini. Setelah bertanya sana-sini, akhirnya Aku mendapatkan info bahwa mereka bertiga adalah siswa kelas 1-A.

"Hmm... bocah kelas 1 rupanya." Gumamku.

Setelah mengetahui hal tersebut, Akupun berinisiatif untuk mengetahui lebih lanjut tentang mereka dengan menghampiri kelas mereka.

12:30 waktu istirahat

*Tet... Tet... Tet...

Waktu istirahat tiba, dengan segera ku menuju kelas mereka yang berada di lantai 3. Namun, belum sempat sampai di kelas mereka, Aku bertemu dengan seorang siswi berperawakan kecil yang lumayan kawaii menuruni tangga dari lantai 3 tersebut.

"Pe-permisi..." Tanyaku sedikit gugup seraya menjulurkan tanganku ke arahnya.

"Iya ada apa ya........Kak? Jawab siswi tersebut. Sepintas ia melihat bane kelas yang ada di bahuku dan menyadari jika Aku siswa kelas 3.

"Kamu murid kelas 1-A bukan?"

"Iy-iya Kak."

"Sip... Saya ingin nanya, Kamu kenal dengan siswa yang sering main bertiga itu gak?" Tanyaku.

"Yang mana ya Kak?"

"Kalo gak salah, salah satu dari mereka sering dipanggil Aji."

"Owh mereka~"

"Nah iya yang itu hahah..."

"Eh~ yang mana ya?"

"Lah~"

"hahah sorry-sorry Kak, Aku bercanda... Kalau soal mereka bertiga, yang Aku tahu sih, salah satu dari mereka yaitu si Joni, adalah siswa yang bisa dibilang sangat tertutup kak."

"Owh... tapi kok, Dia bisa berteman dengan si Aji dan Alex ya?"

"Wah, kalau masalah itu Aku juga kurang tau kak. Tapi, sepertinya mereka mulai sering bersama semenjak semester 2 ini kak."

"Owh jadi, sebelumnya mereka sendiri-sendiri gitu?"

"Bisa dibilang begitu. Seperti yang Aku bilang tadi, si Joni ini sangat tertutup dengan teman sekelasnya. Bahkan, guru pembimbing sering menasihatinya agar ia lebih membuka diri terhadap teman sekelasnya."

"Hmm... Saya tahu percis apa yang ia rasakan. Secara, dulu waktu Saya masih kelas 1, Saya juga sulit sekali untuk memulai hubungan menyusahkan yang disebut pertemanan itu. Sampai, waktu itu ada kabar tentang pemilihan ketua OSIS, Saya berpikir 'inilah saatnya gua untuk berubah'. Semenjak saat itu Saya bertekat untuk berubah dan menjadi orang yang lebih berguna lagi bagi orang banyak."

"....." Mendengar celotehanku, siswi tersebut hanya terdiam dan terlihat sedikit bingung harus menanggapinya gimana.

"Oops sorry-sorry, Saya jadi terbawa suasana Hhaha."

"Hahah iya-iya gak apa-apa kak. Owh iya, apa masih ada yang mau ditanyain lagi kak?" Tawarnya.

"Boleh minta nomor WA nya gak?" Ucapku lirih.

"Apa Kak?"

"B-bukan apa-apa. hmm... sepertinya cukup. Makasih banyak e....?"

"Owh maaf, nama Saya Lien Kak."

Sontak Aku kaget dan mematung sejenak, ternyata orang yang sedang ku ajak bicara ini ialah orang yang sedang di taksir Joni.

"Weh~ rupanya Dia yang lagi di taksir sama si Joni." Batinku.

"Kak... Kak... Kak..." Ucap Lien seraya melambai-lambaikan tangannya ke arahku.

"Owh iya-iya makasih banyak ya Lien!!!" Ucapku.

"Iy-iya sama-sama Kak." Wajahnya masih menunjukan kalau Dia sedang bingung.

"Kalau begitu Saya pergi dulu ya."

Akupun pergi dari tempat tersebut dan bergegas kembali ke kelasku.

"Yosh, Aku dapat info lagi tentang mereka bertiga."

"Btw, Greget juga si Joni gebetannya."

"Kalau modelnya begitu, Gua juga mau lha... Hahah." Batinku.

"Weh Fin... Fin... woe COEG!!!"

"Iy-iya apa-apa?"

"Cengar-cengir, ngelamunin apaan lu cuk?"

"wkwk kaga-kaga."

"Cih..."

"Beneran Coeg~"

"Tuh, tadi ada bocah OSIS ke kelas. Nyariin Bos besar!!!"

"Hadeh... padahal Gua udah pensi jadi ketua OSIS. Tapi, kenapa masih aja terlibat sama tuh organisasi anjir."

"Mpozz wkwk."

"Sialan lu!!!"
.
.
.
Gak terasa waktu menunjukan pukul 15:00, bel tanda pulang sekolah dibunyikan.

"Cukup sekian untuk hari ini, selamat berakhir pekan. Walaupun malam ini adalah malam minggu, Tapi ingat!!! Kalian kan sudah kelas tiga, sebentar lagi akan menghadapi Ujian. Jadi, jangan sia-siakan hari libur kalian. Mengerti???" Seru Pak Rizwan yakni guru Bahasa Indonesiaku.

"Mengerti~" Sahut para murid.

"Lain di bibir lain di hati ea." Batinku.

Aku yakin sekali, tak ada satupun dari teman sekelasku ini yang mengikuti atau mendengarkan ucapan Pak Rizwan tadi.

"Yosh, mission started..." Ucapku.

"Sepertinya murid kelas satu belum keluar. Lebih baik ku tunggu mereka di depan gerbang sekolah." Gumamku.

Sekitar 5 menit berlalu, akhirnya Aku melihat mereka keluar gerbang. Namun, kali ini ada yang berbeda. Mereka hanya berdua saja, terlihat sepertinya Aji sedang tidak masuk sekolah dan hanya ada Alex dan Joni saja.

Dengan sigap ku buntuti mereka berdua. Terlihat dari kejauhan suasana sangat canggung saat hanya ada mereka berdua. Namun, tak lama Joni memulai pembicaraan.

"Eh Lex, soal kemarin... Ak-aku tadi mengajak si Lien untuk nonton malam ini. menurutmu, Dia akan datang gak ya?"

"Hmm... selow Jon, si Lien pasti datang kok. Kau hanya harus lebih percaya diri saja!!!" Seru Alex.

"Ta-tapi, Aku gugup banget Lex."

"Kalau begitu, biar Aku ikut dengan mu!!!"

"Eh..."

"Sudah, Aku akan membantumu nanti kok. Biar PDKT Kau sama Lien berjalan mulus, semulus paha Kanna Hahha."

"Hahha makasih banyak ya Lex."

"Hmm... sebenarnya apa yang engkau rencanakan." Gumamku di belakang mereka.

"Emangnya, mau nonton dimana?"

"Jadi, tadi sewaktu pulang sekolah, Aku mengajak nonton dia di AION dan aku janjian di halte depan sekolah jam 8 nanti.”

“Ok kalau begitu nanti biar Aku datang duluan dan menunggumu di dekat halte ya.”
“Eh...”
“Udah selow, jangan gugup gitu lah.”
“Ehe... nanti kalau sudah dijalan Aku WA ya!!!” Seru Joni
“Yo...”

Terlihat mereka berdua berpisah di halte itu.

“Hmm... sepertinya Aku harus datang jam 7...” Gumamku.
“Lebih baik ku pulang dulu. Perutku juga sudah lapar sekali...”
.
.
.
*Tok... Tok... Tok..

“Aku pulang...” Seru ku.
“Eh Fin... tumben Kamu pulangnya telat...”
“Iy-iya tadi ada urusan OSIS sebentar.”

“Bukannya kamu sudah pensiun ya?” Tanya Ibuku.
“Itu Dia Bu. Padahal Aku kan sudah pensiun. Tapi, masih saja disuruh bantu-bantu.” Jawabku dengan muka tertekuk

“Itu tandanya, Kamu masih dibutuhkan Fin. Bagus lah!!!” Seru Ibuku.

“Iya sih bu... tapi, kapan mandirinya OSIS yang sekarang kalau masih terus Aku bantu.”

“Hahha... sabar aja ya.”

“Owh ya bu, nanti Aku mau minta izin main sama teman.”

“Hmm.. kamu kan udah kelas 3 Fin, kalau bisa, ya dikurangin gitu lho  mainnya. Bentar lagi kan mau Ujian.”

“Sebentar doang bu. Please...”

“Hmm.. yasudah, tapi jangan sampai lewat jam 9 ya.”

“Siap Captain.”
.
.
.
Seraya menunggu pukul 19:00, akupun melakukan berbagai persiapan , termasuk membawa uang lebih untuk jaga-jaga harus membeli kopi seperti kemarin.

Tak terasa, waktu sudah menunjukan pukul 19:00.

“Bu, Alfin pergi dulu ya.”

“Hati-hati!!!”

Dengan bergegas ku menuju halte tempat si Joni menunggu.

Terlihat disana sudah ada si Alex. Menunggu di pojokan halte.

“Hmm... niat amat nih orang mau ngerusak rencana sih Joni.” Gumamku.

Sambil memperhatikan si Alex, Aku menuggu di sebuah minimarket dekat halte tersebut.

“Yosh, I thing this is a good place for watching him.” Ucapku menggunakan kalimat dari film yang ku tonton semalam.

Waktu menunjukan pukul 19:55. Namun,  belum juga ada tanda-tanda kalau si Joni akan muncul. 

“Huft... Jon-jon kemana sih lu, udh jam segini belum dateng juga.”

Tak lama, terlihat si Lien tiba di halte tersebut. Lien sangat terlihat berbeda sekali ketika ia sedang memakai pakaian santai. Dia terlihat dewasa sekali.

“An..Je...A...Ye...” Ucapku terpukau melihatnya.

"Eh... Lien. Kamu ngapain kesini?” Tanya Alex.

“Eh Lex... Aku lagi nunggu Joni!” Ucap Lien.

“Lah... bukannya si Joni lagi kerumah saudaranya. Tadi Dia bilang ke Aku, katanya saudaranya ada yang meninggal."

“Astagah... kok Dia tidak memberitahuku ya~”

“Hmm... mungkin Dia panik dan belum sempat memberitahumu.”

“Kalau begitu, Aku balik saja lagi."

“Eh... tu-tunggu, karena sudah sampai sini. Gimana, kalau kita mampir dulu kemana gitu..”

“Hmm...”

“Memangnya Kamu janjian sama si Joni mau kemana?”

“Tadinya sih Aku mau nonton di AION.”

“Owh yasudah, gimana kalau kita kesana?”

“Ta-tapi...”
“Sudah, lagian kamu sudah make up cantik begini. Kan sayang kalau langsung balik lagi.”

“Heheh...” Lien hanya membalasnya dengan senyuman terpaksa.

Seperti yang kuduga, si Alex dari awal memang berniat menikung si Lien dari Joni.... 

“Cih... benar dugaanku. Masih sekolah udah berengsek..” Gumamku kesal dengan sikap si Alex.

Mereka berdua terlihat pergi meninggalkan halte tersebut dan berjalan melalui trotoar. 

Tak lama setelah mereka pergi. Ternyata si Joni datang. Aku melihat ia turun dari sebuah Bus merah berukuran sedang. Terlihat, ia sepertinya kebingungan mencari keberadaan si Lien. Karena, waktu juga yang sudah menunjukan pukul delapan.

Dengan sendirinya tubuhku bergerak menghampiri si Joni.

“Hey, Kamu Joni kan?”

“Iy-iya saya.”

“Ku lihat, Kamu sepertinya sedang mencari seseorang?”

“Sa-saya sedang mencari teman saya.”

“Kalau gak salah, tadi Saya melihat ada perempuan disini yang pergi bersama dengan bocah sepantaran Kamu ke arah sana.” Ucapku seraya mengarahkan telunjukku ke arah si Alex sama Lien pergi.

“Kok, Kamu ta....”

“Sudah, lebih baik kamu pergi sekarang.”

“Ba-baik.. terima kasih ya!!!”

Dengan muka yang sedikit bingung Joni bergegas pergi mengejar Alex dan Lien. Akupun ikut membuntutinya dari jarak sekitar 50 meter dibelakangnya.

Terlihat Alex dan Lien memasuki gang kecil.

Joni terdiam melihat si Lien sedang bersama si Alex sedang berjalan bersama.

Terdengar samar-samar si Joni mengucapkan sesuatu.

“Kok... Lah...” Ucap Joni tak percaya bahwa ternyata gebetannya di tikung temannya sendiri.

“Udah cepat samperin Jon!!!” Gumamku dari belakang semak-semak.

Joni bergegas menghampiri mereka. Sepertinya, telepatiku sampai kepada Joni. Namun, sesaat sebelum Joni kesana. Datang dari arah berlawanan seseorang berkendara motor dan datang menghadang Alex dan Lien. Sepertinya orang tersebut adalah penjahat.

Pengendara tersebut menghadang Lien dan Alex di jalan. 

“Siapa Lu?”

“Dasar bocah, serahin barang-barang dan uang lu sini!!!” Ucap pengendara motor tersbut.

“Mending lu Pergi dari sini, Sedikit saja lu mendekat ke arah kita. Gua bunuh lu!!!” Tegas Alex kepada Pengendara motor tersebut.

Sifat arogannya itu memancing amarah pengendara motor tersebut.

“Cih, banyak bacot kau bocah kon***” Ucap pengendara motor tersebut seraya menjatuhkan motornya dan mendekat kearah mereka berdua.

Terlihat, pengendara motor tersebut mengambil pisau dari balik jaket kulitnya dan berlari menghampiri Alex.

Melihat pengendara tersebut membawa pisau ditangannya, Joni spontan berlari kencang menuju arah Alex.

“Awas Lex......”

Joni mendorong Alex menjauh. Namun,...

*Tsukk...... 

“Akh......”

*Brukk......

Sebuah pisau menancap tepat dibelakang jantung Joni yang di tusukan oleh pengendara motor tersebut.

“Dasar bodoh...” Ucap pengendara motor tersebut sebelum ia pergi meninggalkan TKP.

Terlihat perlahan-lahan darah mencuat keluar dari dada Joni.

Lien terlihat sangat shock sekali... sampai-sampai ia terjatuh dan terduduk lemas dijalan meratapi Joni yang tergeletak itu.

“Joni.....” Teriak Lien tak percaya.

Alex terdiam dan mematung. Sepertinya ia tidak percaya atas apa yang baru saja ia lihat.

“Jon... Jon... Jon...” Ucap Alex seraya berlari menghampiri Joni.

Akupun sama sekali tidak menyangka akan apa yang Aku lihat ini. Dengan segera ku panggil Ambulance dari rumah sakit terdekat.

*Tringg.... Tringg... Tringg..

“Hal-halo, cep-cepat ke jalan kelapa nomor 32, blok B6. Ada seseorang tertusuk pisau. CEPAT!!!!”

“Ba-baik... Kami akan segera kesana.”

Terlihat Alex menghampiri temannya yang terkapar itu. Dia terlihat sangat terpukul sekali dengan kejadian ini.

“Kenapa, KENAPA, KENAPA Jon... Kenapa lu nolongin Gua? Kenapa lu nekat nolongin Gua???” Teriak Alex dengan nada menyesal. 

Namun Joni terdiam tidak berkata apa-apa....
.
.
.
Semenjak kejadian itu, sekarang Aku percaya. Bahwa teman sesungguhnya memanglah ada. Orang yang rela mengorbankan dirinya kepada orang yang tidak mempunyai hubungan darah dan bahkan membencinya memang nyata. Mungkin kalau dalam perbandingan, 1:10.000. Tapi, itulah mengapa keberadaannya sangat berharga. Sebuah ikatan selain keluarga tanpa bayaran yang bisa mengisi dan mewarnai kekosongan hidup ini. Aku berharap mempunyai teman seperti itu, minimal 1 didalam hidupku.

0 Response to "Teman?..."

Post a Comment

Utarakan pendapat Kamu !!!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel